Pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima suap atau janji untuk diberikan sesuatu adalah tindak
pidana korupsi. Hal
ini juga diatur dalam UU No 20 Tahun 2001 sebagai berikut:
(1) Pasal 5 ayat (2) → Bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dipidana dengan
pidana yang sama.
Dalam Pasal 5 ayat 2 ini diatur mengenai penyuapan
pasif, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji dari orang lain agar dapat memenuhi
keinginan pihak-pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu.
Menurut Pasal ini, pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila pegawai negeri atau penyelenggara negara diketahui menerima pemberian atau janji dari pihak lain agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara juga
dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila menerima pemberian dari pihak
lain karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya namun menguntungkan pemberi suap.
(2) Pasal
12 huruf a → Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal ini mengatur mengenai penyuapan pasif.
Tindak pidana korupsi terhadap pegawai negeri atau penyelenggara yang berkaitan
dengan Pasal 12 huruf a berlaku ketika diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar
dapat mendorong pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Perlu diketahui
bahwa agar dianggap sebagai tindak pidana korupsi sesuai Pasal ini, tidak perlu
mempertimbangkan tindakan apa yang akan diambil oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara.
(3) Pasal
12 huruf b → Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 12 huruf b membahas mengenai penyuapan
pasif yaitu penyuapan berupa uang atau barang yang diberikan kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara karena diketahui atau patut diduga
bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut telah melakukan sesuatu
atau tidak
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kewajibannya.
Tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12
huruf b ini hampir sama dengan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5
ayat 2, perbedaannya dalam Pasal 12 huruf a dan dalam Pasal 12 huruf b
dicantumkan frasa “diketahui atau patut diduga”.
Frasa diketahui atau patut diduga yang terdapat dalam
Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b mengandung arti bahwa:
· Diketahui dengan pasti atau diperkirakan
dengan akurat bahwa pegawai negeri atau penyelenggara memang menerima hadiah
atau janji yang mempengaruhi mereka agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a).
· Diketahui dengan pasti
atau diperkirakan dengan akurat bahwa pegawai negeri atau penyelenggara memang
menerima hadiah atau janji karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kedua Pasal ini (Pasal 5 ayat 2 dengan Pasal 12
huruf a dan Pasal 12 huruf b) dapat digunakan dalam melakukan penuntutan tindak
pidana korupsi, aparat penegak hukum hanya harus memilih Pasal manakah yang akan digunakan.
No comments:
Post a Comment