Search This Blog

Wednesday, May 1, 2019

Penyuapan (2)


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap atau janji untuk diberikan sesuatu adalah tindak pidana korupsi. Hal ini juga diatur dalam UU No 20 Tahun 2001 sebagai berikut:
(1)    Pasal 5 ayat (2) → Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dipidana dengan pidana yang sama.
Dalam Pasal 5 ayat 2 ini diatur mengenai penyuapan pasif, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dari orang lain agar dapat memenuhi keinginan pihak-pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu.
Menurut Pasal ini, pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila pegawai negeri atau penyelenggara negara diketahui menerima pemberian atau janji dari pihak lain agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara juga dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila menerima pemberian dari pihak lain karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya namun menguntungkan pemberi suap.
  (2)  Pasal 12 huruf a → Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal ini mengatur mengenai penyuapan pasif. Tindak pidana korupsi terhadap pegawai negeri atau penyelenggara yang berkaitan dengan Pasal 12 huruf a berlaku ketika diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar dapat mendorong pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Perlu diketahui bahwa agar dianggap sebagai tindak pidana korupsi sesuai Pasal ini, tidak perlu mempertimbangkan tindakan apa yang akan diambil oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara.
  (3)  Pasal 12 huruf b → Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 12 huruf b membahas mengenai penyuapan pasif yaitu penyuapan berupa uang atau barang yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena diketahui atau patut diduga bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kewajibannya.
Tindak pidana korupsi yang  diatur dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b ini hampir sama dengan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 ayat 2, perbedaannya dalam Pasal 12 huruf a dan dalam Pasal 12 huruf b dicantumkan frasa “diketahui atau patut diduga”.
Frasa diketahui atau patut diduga yang terdapat dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b mengandung arti bahwa:
·        Diketahui dengan pasti atau diperkirakan dengan akurat bahwa pegawai negeri atau penyelenggara memang menerima hadiah atau janji yang mempengaruhi mereka agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a).
 ·       Diketahui dengan pasti atau diperkirakan dengan akurat bahwa pegawai negeri atau penyelenggara memang menerima hadiah atau janji karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kedua Pasal ini (Pasal 5 ayat 2 dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b) dapat digunakan dalam melakukan penuntutan tindak pidana korupsi, aparat penegak hukum hanya harus memilih Pasal manakah yang akan digunakan.

No comments:

Post a Comment