Teror terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi berupa serangan balik para koruptor terhadap KPK semakin gencar terjadi. Serangan balik ke KPK beraneka ragam, mulai dari penyerangan dengan menggunakan air keras terhadap Novel Baswedan hingga penyerangan terhadap rumah para Komisoner KPK. Serangan balik terhadap KPK juga dapat berwujud serangan terhadap fungsi lembaga KPK itu sendiri.
Tujuan serangan balik para maling uang rakyat tersebut tentu jelas adalah untuk menakut-nakuti pimpinan dan pegawai KPK agar tidak melakukan aksi pemberantasan korupsi sebagaimana mestinya. Sejatinya, aksi kekerasan terhadap KPK merupakan sebuah bentuk perlawanan para koruptor terhadap negara, yang diwakili oleh institusi KPK.
Para koruptor yang melakukan serangan balik ke KPK, dalam bentuk apapun, pada dasarnya telah melanggar Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, mereka telah
dengan sengaja, mencegah, menghalang-halangi atau hendak menggagalkan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara korupsi. Perbuatan mereka telah menyebabkan terjadinya obstruction of justice dalam pengusutan kasus-kasus korupsi.
Transparency International Indonesia (2018) mendeskripsikan
jenis-jenis pelemahan terhadap Badan Anti Korupsi di berbagai negara
sebagai berikut:
HONGKONG
Pada tahun 1977 Independent
Commission Against Corruption (ICAC), komisi anti korupsi di
Hongkong,didemo oleh ribuan polisi setelah berhasil menangkap 247
tersangka korupsi dengan 143 orang di antaranya adalah polisi. ICAC
adalah sebuah lembaga antikorupsi independen yang didirikan pada tahun
1974. Undang-undang Dasar Hong Kong menetapkan bahwa ICAC akan berfungsi
secara independen dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Eksekutif
Hong Kong. Sebelum pengalihan kedaulatan pada tahun 1997, ICAC
melaporkan langsung ke Gubernur Hong Kong, dan penunjukan ke ICAC juga
dilakukan langsung oleh kantornya. Setelah Peraturan Kolonial digantikan
oleh Orde Layanan Publik setelah alih kuasa kedaulatan Hong Kong ke
Cina pada tahun 1997.
KOREA SELATAN
Tahun 2008, Presiden Korea
Selatan Lee Myung-bak, yang berlatar belakang pengusaha, membubarkan
Korea Independent Commission Against Corruption (KICAC). KICAC dianggap
mengganggu hubungan pemerintah dan pengusaha. Komisioner KICAC, Kim
Geo-sung, pun menjadi tersangka. KICAC sendiri didirikan pada tahun 2002
dan mempunyai kewenangan penuh dalam pencegahan dan penegakan hukum
antikorupsi. Sebagai gantinya dibentuklah Anti-corruption and Civil
Rights Commision (ACRC) yang merupakan gabungan antara KICAC, Ombudsman,
dan Komisi Banding Administratif. Fungsi ACRC terbatas seputar
perbaikan sistem pelayanan publik, serta hanya melakukan pencegahan dan
pemberantasan korupsi dan administrasi.
MALAYSIA
Di Malaysia, pada
tahun 2015, Najib Razak diduga terlibat dalam skandal 1MDB. Dari dugaan
tersebut Najib melakukan sejumlah tindakan yang mengancam eksistensi
pemberantasan korupsi di Malaysia. MACC menyelidiki temuan dan laporan
terhadap skandal 1MDB. MACC adalah Malaysian Anti Corruption Commission
yang didirikan pada tahun 2009 menggantikan Badan Pencegah Rasuah. PM
Najib lantas melakukan tindakan kontraproduktif terhadap beberapa
lembaga negara, termasuk MACC. Tindakan tersebut misalnya adalah
pemecatan Jaksa Umum Abdul Gani Patail, pemimpin satuan tugas
multilembaga yang menyelidiki klaim penyelewengan dana yang melibatkan
Najib dan 1MDB. Mantan Pimpinan MACC, Shukri Abdull, juga mengalami
teror dan intimidasi saat mengusut skandal 1MDB.
THAILAND
Di
Thailand, Undang-Undang Anti-Korupsi diumumkan pada 1975 dan mengizinkan
pembentukan Office of the Commission of Counter Corruption (OCCC), pada
praktiknya, OCCC diberi sedikit kekuasaan untuk memerangi korupsi.
Hingga pada tahun 2008 dibentuklah NACC, National on Anti Corruption
Commission. NACC berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan
aksus korupsi, termasuk didalamnya adalah pencegahan korupsi. Pada tahun
2017, Thailand merilis Undang-undang baru yang mengatur NACC menetapkan
bahwa lembaga tersebut hanya boleh mempublikasikan ringkasan daftar
aset dan kewajiban pemegang jabatan politik, termasuk anggota Kabinet
dan hakim Mahkamah Konstitusi.
Praktek ini telah diperkecil dari
undang-undang sebelumnya, yang menuntut NACC diperbolehkan
mengumum kandaftar secara lengkap kepada publik dan juga media sehingga
mereka juga dapat berpartisipasi dalam mengawasi pemerintah mereka. Dan
sebagai catatan, sejumlah politisi telah diteliti oleh publik melalui
cara ini. Politisi veteran mendiang Maj-General Sanan Kachornprasart
adalah salah satunya. Dia dikeluarkan dari jabatan menteri dalam negeri
dan dilarang politik selama lima tahun karena membuat deklarasi aset
palsu.
AFGHANISTAN
Untuk memerangi korupsi di Pakistan, Pemerintah
Presiden Mohammad Ashraf Ghani membentuk Anti-Corruption Criminal
Justice Centre Afghanistan (ACJC) pada 30 Juni 2016, yang bertujuan
untuk membernatas korupsi dan untuk menyeret pegawai pemerintah yang
dituduh korupsi ke pengadilan. Badan ini memiliki perwakilan dari
polisi, jaksa, dan hakim dari kementerian dalam negeri, Kejaksaan Agung
dan pengadilan. Di mana tugasnya masing-masing adalah: Polisi harus
mendeteksi korupsi, Jaksa membuat tuntutan dan Hakim menjatuhkan vonis.
Peristiwa yang paling mengenaskan adalah pembunuhan terhadap dua orang
pejabat ACJC di Afghanistan pada tahun 2017. Sejak berdirinya, ACJC
telah menyeret sejumlah individu, termasuk pejabat pemerintah ke
pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Transparency International Indonesia. 2018. Upaya Melumpuhkan Badan Anti Korupsi Di Berbagai Belahan Dunia.
No comments:
Post a Comment