Search This Blog

Tuesday, April 30, 2019

Buku Fraud Di Sektor Publik dan Integritas Nasional

Sampai dengan saat ini, korupsi telah berkembang dengan sangat pesat di Indonesia. Banyak orang yang telah diperiksa berkaitan dengan kasus korupsi namun korupsi masih saja terjadi dengan modus dan kuantitas yang semakin banyak. Sebenarnya bagaimana cara memberantas korupsi?
Buku Fraud Di Sektor Publik dan Integritas Nasional adalah buku yang membahas mengenai fraud dan korupsi. Buku ini dapat digunakan oleh para auditor di sektor swasta dan sektor pemerintah, pemerhati korupsi hingga para mahasiswa.
Buku ini terdiri atas 8 Bab sebagai berikut :
Bab 1 membahas mengenai definisi fraud, dampak fraud, aksioma fraud. white collar crime dan red flags of fraud
Bab 2 membahas mengenai teori-teori fraud, psikologi pelaku fraud, alur psikologis pelaku fraud dan behavioral symptoms of fraud. Bab ini memberikan informasi mengenai perilaku-perilaku yang umumnya ditunjukkan pelaku fraud.
Bab 3 membahas mengenai jenis dan klasifikasi fraud menurut ACFE dan klasifikasi-klasifikasi fraud yang lain.
Bab 4 membahas mengenai penyebab dan tipologi korupsi, jenis korupsi menurut UNCAC, strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi, jenis korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, tahap-tahap pencucian uang dan apa saja aspek kerugian keuangan negara.
Bab 5 membahas mengenai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, reinventing government, reformasi birokrasi, akuntabilitas dan transparansi dalam mencegah korupsi,
Bab 6 membahas mengenai implementasi manajemen risiko di instansi pemerintah dalam mencegah korupsi.
Bab 7 membahas mengenai implementasi sistem pengendalian intern pemerintahan dalam mencegah dan mendeteksi korupsi.
Bab 8 membahas mengenai sistem integritas nasional dan zona integritas.

Monday, April 29, 2019

Operasi Tangkap tangan KPK

Sampai saat ini, sudah banyak Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun demikian, tingkat korupsi di Indonesia masih saja tinggi. Sepertinya kasus korupsi yang terungkap hanya merupakan tip of the iceberg, masih banyak sekali kasus korupsi yang terjadi dan belum terungkap. Kasus-kasus besar seperti BLBI pun masih belum dapat diselesaikan. Belum lagi ditambah dengan kenyataan semakin gencarnya serangan balik para koruptor terhadap KPK seperti kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan pada tahun 2017 silam. Dengan demikian, sepertinya OTT yang dilakukan KPK tidak dapat memberikan efek jera bagi para koruptor.
Sebenarnya untuk memberantas korupsi, sanksi pemiskinan koruptor adalah sanksi yang ideal. Karena koruptor sangat takut apabila mereka menjadi miskin dan tidak memiliki kekayaan. Salah satu motivasi utama seseorang melakukan korupsi adalah menjadi kaya. Oleh karena itu, menghilangkan kekayaan para koruptor yang diperoleh dengan merampok uang rakyat adalah hal yang tepat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang harus benar-benar digunakan. Pemiskinan koruptor harus dilakukan sejak mereka menjadi tersangka, agar mereka tidak bisa menggunakan kekayaannya untuk melakukan hal-hal yang melawan hukum.
salah satu motivasi yang menyebabkan orang melakukan korupsi adalah karena mereka

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memiskinkan Koruptor", https://nasional.kompas.com/read/2012/03/12/02310161/memiskinkan.koruptor?page=all.
salah satu motivasi yang menyebabkan orang melakukan korupsi adalah karena mereka

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memiskinkan Koruptor", https://nasional.kompas.com/read/2012/03/12/02310161/memiskinkan.koruptor?page=all.
salah satu motivasi yang menyebabkan orang melakukan korupsi adalah karena mereka

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memiskinkan Koruptor", https://nasional.kompas.com/read/2012/03/12/02310161/memiskinkan.koruptor?page=all.

penyuapan


Setiap orang yang memberikan suap kepada pegawai negeri, (baik berupa janji atau telah terjadi suap menyuap secara riil), adalah korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 5 UU No 20 Tahun 2001 sebagai berikut:
  (1)  Pasal 5 ayat (1) huruf a → Setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal ini mengatur mengenai penyuapan aktif yang dilakukan oleh seseorang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan cara memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Maksud janji atau pemberian tersebut adalah agar dapat mempengaruhi pegawai negeri atau penyelenggara negara agar bersedia untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Dalam Pasal ini, seseorang dapat dianggap melakukan korupsi apabila orang tersebut diketahui telah memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada aparat sipil negara atau penyelenggara negara. Pemberian atau janji memberikan sesuatu dapat dilakukan oleh si pelaku tindak pidana korupsi sendiri atau oleh orang ketiga untuk kepentingan pelaku tindak pidana korupsi.
Agar dapat dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi, pemberian atau janji tersebut tidak perlu mempertimbangkan apakah pemberian tersebut diterima atau ditolak pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara. Pemberian suap tidak harus dilakukan ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan pekerjaannya namun juga bisa diberikan di luar kantor dan di luar jam dinas.
  (1)  Pasal 5 ayat (1) huruf b → Setiap orang yang memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Di dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b, diatur mengenai penyuapan aktif yang dilakukan oleh seseorang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan cara memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pemberian tersebut dilakukan karena pegawai negeri atau penyelenggara negara telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Dalam Pasal ini, seseorang dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila orang tersebut diketahui memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena pegawai negeri atau penyelenggara negara telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara namun menguntungkan si pemberi suap.

Peran leader dalam pemberantasan korupsi

Dalam pemberantasan korupsi, peran seorang pemimpin sangat signifikan. Seorang pemimpin yang berani memimpin pemberantasan korupsi dengan totalitas yang tinggi sangat diharapkan. jangan sampai justru pemimpin yang menjadi pemicu (trigger) terhadap terjadinya korupsi. Korupsi sudah merusak seluruh sendi bangsa sehingga pemimpin yang benar-benar ingin mengabdi untuk bangsa harus benar-benar menjadi pionir dan memiliki ketegasan yang diperlukan dalam pemberantasan korupsi.
Contoh pemimpin yang tegas dapat dilihat pada sosok Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, ada seorang pengawas Baitul Maal yang menghadiahkan kalung emas kepada anak perempuan amirul mu`minin itu. Beberapa waktu kemudian, Khalifah Umar melihat putrinya sedang menenteng kalung emas tadi, yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.
“Dari mana engkau mendapatkannya?” tanya Umar bin Abdul Aziz kepada buah hatinya itu.
Putrinya menjawab, kalung emas itu diperolehnya dari penjaga Baitul Maal. Merasa tidak ada yang salah, maka dibawalah benda indah itu ke rumah. Sang putri dinasihatinya.
“Takutlah kau wahai anakku tercinta bahwa engkau kelak akan datang ke hadapan Pengadilan Allah dengan barang yang kau curangi ini dan akan kuselidiki dengan saksama,” tutur sang khalifah.
Dia juga mengingatkan tentang Alquran surah Ali Imran ayat 161. Artinya, “Tidaklah ada seorang nabi pun berlaku curang. Dan barangsiapa berlaku curang (ghulul), maka akan datanglah dia dengan barang yang dicuranginya itu pada Hari Kiamat. Kemudian , setiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang dia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka tidak akan dianiaya.” Maka dikembalikanlah kalung emas tersebut ke Baitul Maal.
Sebagai pejabat negara, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berprinsip sangat hati-hati (wara’) dalam menggunakan fasilitas negara.
Dikisahkan bahwa suatu ketika, pemimpin Muslimin itu harus menyelesaikan tugas di ruang kerjanya hingga larut malam. Tiba-tiba, putranya mengetuk pintu ruangan dan meminta izin masuk. Umar pun mempersilakannya untuk mendekat.
“Ada apa putraku datang ke sini?” tanya Umar, “Apa untuk urusan keluarga kita atau negara?”
“Urusan keluarga, Ayah,” jawab sang anak.
Langsung saja Umar bin Abdul Aziz meniup lampu penerang di atas mejanya, sehingga seisi ruangan gelap gulita.
“Mengapa Ayah melakukan ini?” tanya putranya itu keheranan.
“Anakku, lampu itu ayah pakai untuk bekerja sebagai pejabat negara. Mintak untuk menghidupkan lampu itu dibeli dengan uang negara, sedangkan engkau datang ke sini akan membahas urusan keluarga kita,” jelasnya.
Dia lantas memanggil pembantu pribadinya untuk mengambil lampu dari luar dan menyalakannya.
“Sekarang, lampu yang kepunyaan keluarga kita telah dinyalakan. Minyak untuk menyalakannya dibeli dari uang kita sendiri. Silakan lanjutkan maksud kedatanganmu.”

Sunday, April 28, 2019

Audit Kinerja Untuk Mencegah Korupsi Di Desa

PENDAHULUAN
Tidak seperti masa lalu, seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menjadikan desa sebagai subyek pembangunan maka desa memperoleh berbagai macam peluang yang lebih banyak untuk memajukan desa. Di sisi lain tantangan yang dihadapi pemerintah desa pada saat ini menjadi lebih besar. Sebagai konsekuensi dari dana yang diterima, maka perangkat desa berkewajiban untuk mengelola dana tersebut secara efisien, efektif dan akuntabel.
Di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 itu sendiri disebutkan bahwa pengertian desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Definisi keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi:
  1. Perencanaan keuangan desa.
  2. Pelaksanaan keuangan desa.
  3. Penatausahaan keuangan desa.
  4. Pelaporan keuangan desa.
  5. Pertanggungjawaban keuangan desa.
Pada dasarnya, keuangan desa harus dapat dikelola secara tertib anggaran, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab.Tujuan pengelolaan keuangan desa dengan baik adalah untuk meningkatkan value desa. Apabila value desa bertambah, maka visi “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan” sebagaimana yang terdapat dalam Nawacita akan dapat terwujud dengan baik.
Dalam kenyataannya masih banyak desa yang belum siap menerapkan prinsip tata kelola keuangan yang baik, terutama yang berhubungan dengan implementasi prinsip akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan desa.Hal ini menimbulkan potensi penyalahgunaan dana desa untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan desa inilah maka peranan APIP sebagai institusi pengawasan di bidang keuangan menjadi krusial. Tujuannya adalah untuk mencegah agar korupsi tidak terjadi dalam pengelolaan keuangan Desa.
PEMBAHASAN
Kurniawan (2012) menjelaskan bahwa definisi akuntabilitas adalah kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab atau menerangkan kinerja dan tindakan seseorang badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk memperoleh keterangan akan pertanggungjawaban.
Dengan demikian, dalam konteks instansi pemerintah, akuntabilitas publik mengandung makna kewajiban lembaga-lembaga negara untuk mengungkapkan dan mempertanggungjawabkan berbagai kinerja yang telah dicapai (keuangan dan non keuangan) dari pelaksanaan kebijakan, program maupun kegiatan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang dipercayakan kepada instansi tersebut kepada para stakeholders yang berkepentingan seperti masyarakat dan lembaga-lembaga legislatif.
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (Indra Bastian, 2006).   Dalam praktek konsep akuntabilitas di desa, sesuai dengan teori keagenan, maka pemerintah sebagai principal menyerahkan dana kepada desa sebagai agen. Sebagai agen, maka pemerintah desa harus melaksanakan pengelolaan dana yang diserahkan kepada desa dengan baik dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut kepada pemerintah.
Akuntabilitas dalam organisasi sektor publik ditunjukkan melalui kemampuan organisasi dalam menggunakan dana yang diterimanya secara ekonomis, efektif, dan efisien. Akuntabilitas itu sendiri terdiri atas berbagai macam jenis, namun dua konsep akuntabilitas yang penting adalah:
  1. Akuntabilitas keuangan yaitu pertanggungjawaban penggunaan dana yang diserahkan kepada organisasi tertentu dengan efisien dan ekonomis.
  2. Akuntabilitas kinerja yaitu pertanggungjawaban kinerja dan kegiatan yang dilakukan organisasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, kinerja kegiatan harus mampu mencapai tujuan yang dikehendaki.
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan keuangan desa diartikan sebagai kewajiban pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa dan pelaksanaan pemerintahan di desa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kata kunci dari konsep akuntabilitas keuangan desa adalah bagaimana mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Dalam pelaksanaannya, konsep akuntabilitas di desa menjadi hal yang sulit diterapkan karena perangkat desa belum terbiasa dengan konsep akuntabilitas dan belum memahami pentingnya mempertanggungjawabkan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakannya dengan baik.
Selama ini perangkat desa belum melaksanakan pengelolaan keuangan di desa dengan baik. Situasi ini ditunjukkan denganbanyak transaksi yang terjadi di desa yang belum didukung oleh buku administrasi sertabukti-bukti pendukung dengan lengkap sehingga sulit diketahui apakah dana yang dimiliki desa memang benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat desa atau tidak. Selain itu mekanisme pengeluaran untuk membiayai kegiatan yang terjadi di desa belum mempertimbangkan aspek efisiensi dan kehematan serta banyak pengeluaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat desa.
Kelemahan yang terjadi di desa ditunjukkan dengan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (2015) yang menyatakan terdapat kelemahan dalam tata laksana yang ditunjukkan dengan laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi.  Kelemahan dalam tata laksana di desa disebabkan karena:
  1. Lemahnya kompetensi SDM aparatur desa.
  2. Kurangnya pemahaman terhadap aturan pertanggungjawaban keuangan desa.
  3. Kurangnya pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal ini kecamatan.
  4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengawasi pembangunan desa.
Sebagai bentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan desa maka aparat pemerintah desa harus menyusun beberapa laporan pertanggungjawaban sebagai bentuk akuntabilitas keuangan desa. Laporan-laporan tersebutantara lain:
  1. Laporan Realisasi Anggaran Desa yang dibuat setiap semester dan tahunan.
  2. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Realisasi Pelaksanaan APB Desa yang dibuat satu tahun sekali
  3. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan (LPP) Desa Tahunan dan LPP Desa akhir Masa Jabatan.
  4. Laporan Kekayaan Milik Desa yang dibuat setiap tahun.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa.Posisi APIP penting dalam peningkatan akuntabilitas keuangan desa karena APIP memiliki kewenangan untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan desa agar dapat menjadi lebih akuntabel.
Dalam meningkatkan kualitas akuntabilitas kinerja dan keuangan yang baik dalam pengelolaan keuangan desa maka aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan kegiatan di desa sangat diperlukan karena tiga hal inilah yang menjadi value dari organisasi sektor publik.
Apakah value dari organisasi sektor publik, termasuk desa?Berbeda dengan organisasi swasta yang bersifat profit oriented dan mengukur kesuksesannya dari laba yang dicapai, keberhasilan organisasi sektor publik, termasuk desa, diukur dari value yang dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Di desa, konsep value itu sendiri adalah bagaimana dapat memperoleh capaian kinerja yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat desa dan melaksanakan kegiatan pembangunan yang diperlukan desa seperti pengeluaran-pengeluaran dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa maupun pembangunan infrastuktur dan sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan, drainase, irigasi dan sarana dan prasarana produksi di desa.
Kinerja desa dianggap baik ketika mampu menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara efisien dan ekonomis. Agar kinerja pemerintah desa dapat menjadi baik maka kegiatan-kegiatan di desa terutama yang berhubungan dengan pembangunan desa harus dilaksanakan dengan efektif, efisien dan ekonomis. Apabila capaian kinerja pemerintah desa dalam pembangunan di desa semakin tinggi maka value yang dimiliki  desa juga akan semakin bertambah.
Capaian kinerja tinggi dapat dicapai melalui implementasi konsep 3E yaitu efektivitas, efisiensi dan ekonomis. Konsep 3E menekankan pada penggunaan dana untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dengan efisien dan ekonomis (cost effectiveness). Dalam hal ini sebuah kegiatan di desa harus dapat dilaksanakan harus dapat mencapai tujuan yang diinginkan (efektif) dengan menggunakan cara-cara yang ekonomis dan efisien.

Konsep 3E merupakan salah satu dasar terwujudnya pengelolaan keuangan desa yang baik karena melalui penerapan konsep 3E dalam pelaksanaan kegiatan di desa maka memungkinkan dana desa dapat digunakan dengan efektif, efisien dan ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Di bawah ini adalah gambar mengenai ukuran-ukuran ekonomis, efisiensi dan efektivitas.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai masing-masing ukuran-ukuran 3E di atas.
  1. Input adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dan menghasilkan output
  2. Proses adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan input yang dimiliki untuk menghasilkan output
  3. Output adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari pelaksanaan proses dengan menggunakan input yang dimiliki.Output dapat ditetapkan dalam bentuk persentase pencapaian fisik sebuah kegiatan.
  4. Outcomes adalah segala sesuatu yang menunjukkan bahwa output memang berfungsi sebagaimana mestinya.Outcomes merupakan penilaian publik terhadap output kegiatan yang dilaksanakan.
Kriteria-kriteria ukuran kinerja yang terdapat dalam konsep 3E antara lain:
  1. Ekonomis (kehematan)
Konsep ekonomis berhubungan dengan nilai dari input yang akan digunakan dalam proses. Sebuah organisasi dikatakan telah menerapkan prinsip ekonomis ketika input telah diperoleh dengan biaya yang serendah mungkin atau lebih rendah dari nilai input yang telah direncanakan (spending less than planned).
Kata kunci konsep ekonomis adalah apakah organisasi telah memperoleh input pada level kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan dengan biaya terendah yang dapat diterima (lowest reasonable cost). Implementasi konsep ekonomis dalam kegiatan desa berarti perangkat desa mampu melaksanakan kegiatan dengan input yang lebih sedikit daripada yang direncanakan.
Cara menghitung tingkat ekonomis pengeluaran dalam sebuah kegiatan adalah:
(Realisasi anggaran / anggaran) X100%
Untuk menilai tingkat ekonomis sebuah kegiatan maka dapat digunakan sebuah kriteria. Kriteria ekonomis dari sebuah kegiatan dapat diketahui dengan menggunakan kriteria ini:

  1. Efisiensi
Konsep efisiensi adalah konsep yang mengutamakan pada bagaimana melakukan sesuatu dengan benar (doing thing right). Sebuah kegiatan dikatakan efisien apabila:
  1. Mampu menghasilkan output yang lebih banyak daripada yang direncanakan dengan menggunakaninput yang direncanakan.
  2. Mampu menghasilkan output dalam proporsi yang lebih banyak dibandingkan proporsi peningkatan penggunaan input.
  3. Mampu menurunkan tingkat penggunaan input untuk menghasilkan output yang direncanakan.
  4. Mampu menurunkan tingkat penggunaan input dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi penurunan jumlah output yang dihasilkan.
Efisiensi dalam kegiatan desa mengandung makna desa mampu menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan input yang telah direncanakan atau mampu menghasilkan output sebagaimana direncanakan dengan menggunakan input yang lebih sedikit.
Cara menghitung tingkat efisiensi pengeluaran dalam sebuah kegiatan adalah:
(Persentase realisasi anggaran / persentase realisasi output) X100%
Untuk mengetahui tingkat efisiensi sebuah kegiatan maka dapat digunakan sebuah kriteria. Kriteria efisiensi dari sebuah kegiatan dapat diketahui dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

  1. Efektivitas
Konsep efektivitas adalah konsep mengenai bagaimana sebuah organisasi melakukan kegiatan yang benar (doing the right thing). Efektivitas berkenaan dengan kualitas output dari proses yang dilakukan. Sebuah organisasi dianggap telah memenuhi prinsip efektivitas ketika output yang dihasilkan dari proses yang dilaksanakan di dalam organisasi telah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Di dalam konsep ini terdapat hubungan yang harus diperhatikan yaitu hubungan antara output yang dihasilkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebuah organisasi.
Dalam pengelolaan keuangan desa, pelaksanaan kegiatan dengan efektif mengandung makna output yang dihasilkan mampu menghasilkan outcome yang dibutuhkan masyarakat desa. Dalam hal ini, output yang dihasilkan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan desa dan memenuhi hak dasar warga desa.
Cara menghitung tingkat efektivitas sebuah pengeluaran dalam kegiatan adalah:
(Nilai outcomes /nilaioutput ) X100%
Nilai outcomes dapat diperoleh dari perbandingan antara:
Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap kegiatan / Indeks Kepuasan Masyarakat Maksimal.
Dalam menilai tingkat efektivitas maka diperlukan sebuah kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Lalu bagaimana peranan APIP dalam meningkatkan tingkat ekonomis, efisiensi dan efektivitas kegiatan di desa dalam rangka mendorong terlaksananya akuntabilitas keuangan di desa? Dalam membantu meningkatkan akuntabilitas keuangan desa maka salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh auditor APIP adalah melaksanakan value for money auditing.
Definisi value for money auditing menurut Okwoli (2004) adalah evaluasi sistematik mengenai metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan program, proyek dan aktivitas dengan tujuan untuk memastikan apakah tujuan  program, proyek dan aktivitas telah tercapai dengan mempertimbangkan pengeluaran yang dikeluarkan untuk melaksanakan program, proyek dan aktivitas  tersebut.
Menurut  Mardiasmo (2009), tujuan value for money auditing adalah untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga sektor publik  dan  memperbaiki  kinerja pemerintah. Akuntabilitas publik menuntut pemerintah desa agar dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa dengan baik. Istilah baik yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan dana desa telah dilaksanakan dengan efektif, efisien dan ekonomis sehingga dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa..
Value for money auditing menekankan pada konsep 3E atau value for money indicatorsVFM auditing akan menekankan pada penilaian apakah dana desa telah digunakan dengan efektif, efisien dan ekonomis sehingga akan membantu dalam meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan desa.Berkaitan dengan konsep 3E maka desa dikatakan telah melaksanakan kegiatan denganvalue yang tinggi ketika suatu kegiatan yang dilaksanakan di desa telah mencapai tujuannya secara efisien dan tidak ada pemborosan dana desa.
Bagaimana auditor APIP mengimplementasikan value for money auditing di desa? Dalam kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor APIP, dapat dilakukan pemeriksaan mengenai efektivitas, efisiensi dan tingkat keekonomisan suatu kegiatan yang dilaksanakan di desa. Dalam melakukan VFM audit maka terdapat dua jenis audit yaitu audit efisiensi dan ekonomis serta audit efektivitas.
Dalam melaksanakan  audit efisiensi dan ekonomis,terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu:
  1. Mencari data mengenaijumlah anggaran, realisasi anggaran dantingkat realisasi output.
  2. Melakukan perhitungan tertentu untuk mengetahui tingkat ekonomis dan efisiensi serta mencari informasi mengenai hambatan-hambatan yang memunculkan ketidakefisienan dan ketidakekonomisan.
  3. Memberikan masukan kepada perangkat desa untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang ada.
Dalam melaksanakan audit efektivitas, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu:
  1. Mencari informasi mengenai nilai outcome dari kegiatan yang dilakukan.
  2. Melakukan perhitungan untuk mengetahui tingkat efektivitas dan mencari informasi mengenai hambatan-hambatan dalam pencapaian outcome.
  3. Memberikan masukan kepada perangkat desa untuk mengatasi hambatan dalam pencapaian outcome.
SIMULASI VALUE FOR MONEY AUDIT
Untuk menggambarkan praktek value for money audit, maka di bawah ini akan diberikan simulasi berupa contoh pertanggungjawaban APBDes untuk kegiatan pengaspalan jalan di Desa Sidoadi. Tujuan pengaspalan jalan tersebut adalah untuk memperlancar transportasi masyarakat desa Sidoadi. Kegiatan pengaspalan jalan tersebuttelah dilaksanakan seluruhnya. Dari kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi maka dapat dilakukan simulasi value for money auditing terhadap kegiatan pengaspalan tersebut.
FORMAT
PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA


LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN REALISASI PELAKSANAAN APBDesa
PEMERINTAH DESA SIDOADI
TAHUN ANGGARAN 2015

Dari informasi yang terdapat dalam pertanggungjawaban APBDes di atas, maka dapat dilakukan penilaian untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektivitas kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi yang telah dilaksanakan.
  1. Penilaian tingkat ekonomis
Tingkat ekonomis kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi diperoleh dari perhitungan di bawah ini:
(Realisasi anggaran / anggaran ) X 100%
(Rp28.000.000,00 / Rp25.000.000,00) X 100%
=112%
Dari perhitungan ini diketahui bahwa kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi belum dilaksanakan dengan ekonomis karena realisasi pengeluaran melebihi jumlah anggaran yang ditetapkan. Hal ini disebabkan karena perencanaan kegiatan di desa Sidoadi kurang berjalan dengan baik.
Dari informasi tersebut maka auditor APIP akanmemberikan rekomendasi kepada desa Sidoadi agar perangkat desa Sidoadi melakukan perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan dengan lebih baik dan melaksanakan kegiatan dengan berpedoman pada APBDes.
  1. Penilaian tingkat efisiensi
Tingkat efisiensi kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi diperoleh dari perhitungan di bawah ini:
(Persentase realisasi anggaran / persentase realisasi output ) X 100%
(112% / 100%) X 100%
=112%
Dari perhitungan ini diketahui bahwa kegiatan pengaspalan jalan desa Sidoadi belum dilaksanakan dengan efisien karena dengan realisasi anggaran yang lebih besar daripada yang dianggarkan ternyata hanya dapat menghasilkan output sebesar 100%.Seharusnya dengan realisasi anggaran yang lebih besar akan mampu menghasilkan output dengan persentase yang lebih besar pula.
Dari konfirmasi yang dilakukan terhadap perangkat desa diketahui bahwa penyebab terjadinya ketidakefisienan adalah karena adanya kenaikan harga bahan baku yang diperlukan dan pekerja yang menuntut upah kerja yang lebih banyak.
Dari perhitungan tersebut maka auditor APIP memberikan saran kepada perangkat desa Sidoadi agar dapat melakukan perencanaan kegiatan berdasarkan kondisi riil yang ada dan menyarankan kepada perangkat desa mendayagunakan anggaran yang dimiliki dengan lebih optimal lagi agar dapat melaksanakan kegiatan dengan efisien.
  1. Penilaian tingkat efektivitas
Untuk mengetahui tingkat efektivitas maka harus diketahui nilai outcome terlebih dahulu. Nilai outcome diperoleh dari perhitungan di bawah ini.
Interval  Kategori Indeks Kepuasan Masyarakat

Indeks kepuasan masyarakat terhadap kegiatan pengaspalan diketahui sebesar 2000 dengan demikian nilai outcome adalah sebesar:
Nilai outcome = (2000 /2500) X100%
Nilai outcome =80%
Setelah nilai outcome dapat diketahui maka nilai efektivitas dapat diketahui dengan perhitungan berikut ini:
Nilai efektivitas =(80%/100%) X 100%
Nilai efektivitas =80%
Dari perhitungan tersebut maka disimpulkan bahwa kegiatan pengaspalan jalan belum dilaksanakan dengan efektif. Setelah auditor APIP mencari informasi mengenai penyebab kegiatan pengaspalan jalan belum efektif, diketahui bahwa kualitas jalan yang diaspal ternyata kurang baik yang disebabkan karena kegiatan pengaspalan jalan dilakukan pada saat musim hujan. Dari informasi tersebut maka auditor APIP menyarankan kepada perangkat desa untuk merencanakan pelaksanaan pekerjaan pengaspalan jalan dengan lebih baik.
SIMPULAN
Value for money auditing yang dilaksanakan oleh auditor APIP dapat membantu pemerintah desa untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan desa. Melalui valuefor money auditing maka auditor APIP dapat melakukan penilaian terhadap tingkat ekonomis, efisiensi dan efektivitas kegiatan di desa.
Melalui penilaian terhadap tiga aspek tersebut maka auditor APIP dapat memberikan berbagai macam rekomendasi yang diperlukan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lebih ekonomis, efisien dan efektif. Dengan demikian, kegiatan di desa dapat dilaksanakan dengan efisien dan ekonomis namun tetap dapat mencapai tujuannya (efektif).
Apabila kegiatan di desa telah dilaksanakan dengan ekonomis, efisien dan efektif maka akuntabilitas terhadap penggunaan dana yang diserahkan kepada desa akan dapat semakin baik karena dana yang diserahkan kepada desa memang telah digunakan dengan ekonomis, efisien dan efektif dalam memberdayakan masyarakat desa.
 Tulisan ini telah dimuat di majalah Paris Review yang diterbitkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta