Dalam pemberantasan korupsi, peran seorang pemimpin sangat signifikan. Seorang pemimpin yang berani memimpin pemberantasan korupsi dengan totalitas yang tinggi sangat diharapkan. jangan sampai justru pemimpin yang menjadi pemicu (trigger) terhadap terjadinya korupsi. Korupsi sudah merusak seluruh sendi bangsa sehingga pemimpin yang benar-benar ingin mengabdi untuk bangsa harus benar-benar menjadi pionir dan memiliki ketegasan yang diperlukan dalam pemberantasan korupsi.
Contoh pemimpin yang tegas dapat dilihat pada sosok Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, ada seorang pengawas Baitul
Maal yang menghadiahkan kalung emas kepada anak perempuan amirul mu`minin itu. Beberapa waktu kemudian, Khalifah Umar melihat putrinya sedang
menenteng kalung emas tadi, yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.
“Dari mana engkau mendapatkannya?” tanya Umar bin Abdul Aziz kepada buah hatinya itu.
Putrinya
menjawab, kalung emas itu diperolehnya dari penjaga Baitul Maal. Merasa
tidak ada yang salah, maka dibawalah benda indah itu ke rumah. Sang
putri dinasihatinya.
“Takutlah kau wahai anakku
tercinta bahwa engkau kelak akan datang ke hadapan Pengadilan Allah
dengan barang yang kau curangi ini dan akan kuselidiki dengan saksama,”
tutur sang khalifah.
Dia juga mengingatkan tentang Alquran surah Ali Imran ayat 161. Artinya, “Tidaklah
ada seorang nabi pun berlaku curang. Dan barangsiapa berlaku curang
(ghulul), maka akan datanglah dia dengan barang yang dicuranginya itu
pada Hari Kiamat. Kemudian , setiap diri akan diberi pembalasan tentang
apa yang dia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka
tidak akan dianiaya.” Maka dikembalikanlah kalung emas tersebut ke Baitul Maal.
Sebagai pejabat negara, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berprinsip sangat hati-hati (wara’) dalam menggunakan fasilitas negara.
Dikisahkan
bahwa suatu ketika, pemimpin Muslimin itu harus menyelesaikan tugas di
ruang kerjanya hingga larut malam. Tiba-tiba, putranya mengetuk pintu
ruangan dan meminta izin masuk. Umar pun mempersilakannya untuk
mendekat.
“Ada apa putraku datang ke sini?” tanya Umar, “Apa untuk urusan keluarga kita atau negara?”
“Urusan keluarga, Ayah,” jawab sang anak.
Langsung saja Umar bin Abdul Aziz meniup lampu penerang di atas mejanya, sehingga seisi ruangan gelap gulita.
“Mengapa Ayah melakukan ini?” tanya putranya itu keheranan.
“Anakku,
lampu itu ayah pakai untuk bekerja sebagai pejabat negara. Mintak untuk
menghidupkan lampu itu dibeli dengan uang negara, sedangkan engkau
datang ke sini akan membahas urusan keluarga kita,” jelasnya.
Dia lantas memanggil pembantu pribadinya untuk mengambil lampu dari luar dan menyalakannya.
“Sekarang,
lampu yang kepunyaan keluarga kita telah dinyalakan. Minyak untuk
menyalakannya dibeli dari uang kita sendiri. Silakan lanjutkan maksud
kedatanganmu.”
No comments:
Post a Comment